Suami Atau Istri Korupsi, Sekeluarga Bisa Masuk Penjara

108CSR.com - Tidak jeranya praktik korupsi di Indonesia lantaran belum ada sangsi yang ditakuti pelaku tindak pidana. Tapi lain halnya, jika Undang-undang Korupsi Nomor 15 tahun 2002 diterapkan. Undang-undang ini tegas menyebutkan semua orang bisa kena kasus pencucian uang. Walhasil, seandainya, Sang Suami melakukan korupsi, istri dan anak yang bersangkutan bisa terjerat ikut masuk penjara.

Baru-baru ini undang-undang yang "ditakuti" para oknum kejahatan menimpa Andika Gumilang Dituntut 6 tahun Penjara,Kamis (22/12). Terdakwa yang juga suami siri dari Inong Melinda Dee terjerat kasus pencucian uang yang diduga terlibat dari aksi penggelapan uang yang dilakukan sang istri di Citibank. Andhika dituntut hukuman enam tahun penjara dan denda Rp350 juta, subsider lima bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. JPU mendakwa Andhika dengan tiga dakwaan kumulatif. Dakwaan pertama, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Kedua, Andhika dijerat Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP serta ketiga, melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP. Berbagai pihakpun meminta agar KPK segera menerapkan undang-undang ini untuk memberantas korupsi.

Menurut Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengaku prihatin ketika si pelaku korupsi jika ikut melibatkan keluarganya. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang yang akan segera berlaku, keluarga yang menerima dana bisa terjerat hukum karena bisa dikategorikan penerima aktif. Misalnya, pelaku yang diduga korupsi secara sadar mentransfer uang hasil kejahatannya kepada istri, anak, bahkan mertua.

"Umumnya kan orang Indonesia, uang hasil itu dikasihkan ke istri. Istrinya senang dan tidak sadar dia bahwa dia juga terseret. Jangan heran nanti kalau bapaknya di Cipinang, istrinya di Pondok Bambu, anaknya di Tangerang," kata pria yang juga peternak kambing perah ini.

Cipinang, Pondok Bambu, dan Tangerang adalah lokasi-lokasi Lembaga Pemasyarakatan. Pondok Bambu dikhususkan untuk wanita dan Tangerang merupakan lokasi penjara anak.

"Dari kacamata sosial, saya mempertanyakan dimana family values-nya, ketika istrinya dikasih Rp2 miliar tidak tanya-tanya dari mana. Mestinya ada zero tolerance dari sang istri. Ketika ibu dikasih Rp2 miliar dari anaknya kok tidak ditanya," kata Agus Santoso.

Agus menjelaskan, format Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang saat ini lebih mapan. Alasannya, melalui undang-undang ini, semua pihak yang teraliri dana itu akan dijerat.

Baik si pelaku, penerima aktif, pasif maupun fasilitator seperti bank yang tidak melapor. "Ini canggihnya undang-undang pencucian uang. Ini dapat membantu membersihkan Indonesia dari korupsi," kata Agus yang sebelumnya menjabat Deputi Direktur Hukum Bank Indonesia itu.

Hal senanda juga pernah disampaikan Seperti yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) meminta KPK menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Saya minta KPK agar segera menggunakan UU TPPU, karena dengan TPPU itu disana lebih adil, karena semua orang bisa kena," ujar Kepala PPATK Muhammad Yusuf, di Jakarta.

Dia mengatakan, hingga saat ini KPK belum menggunakan UU TPPU. Padalah, Yusuf berpendapat, dalam kasus dugaan suap Muhammad Nazaruddin dan Hakim Pengawasan Syarifuddin Umar, KPK dapat menggunakan UU TPPU. "Saya minta di kasusnya Nazaruddin dan hakim syarifuddin kemarin. Tapi KPK belum," ujar Yusuf.

Sebelumnya, KPK tidak sekata dalam rencana penerapan Undang-undang tentang Pencucian Uang. Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP, pihaknya belum akan menjerat Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dengan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurut Johan, KPK hanya menggunakan UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pernyataan Johan ini berbeda dengan Chandra M Hamzah saat masih menjadi Wakil Ketua KPK Bidangh Penindakan yang berpendapat, KPK akan menggunakan pasal dalam UU TPPU untuk mendakwa tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin.

Menurutnya, penggunaan UU TPPU tersebut efektif untuk mengungkap siapa saja penerima aliran dana terkait proyek wisma atlet. "Kita sepakat dengan PPATK untuk menggunakan UU Pencucian Uang dalam penyidikan dan penuntutan. Ini sedang kita matangkan, arahnya ke sana," ujar Chandra beberapa waktu lalu. Dia berpendapat, UU tersebut sah digunakan, karena kejadian perkara suap wisma atlet terjadi tahun 2011 atau setelah pengesahan UU TPPU pada Desember 2010. (ard/lni/vvn)

sumber

komen ts : mudah2an kalau diterapkan penjaranya cukup buat menampung :D

saidmrizal 23 Dec, 2011