[Pray for Bima] SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB & PERSATUAN INDONESIA



BIMA- Bentrok antara warga dengan polisi terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Bentrok tersebut berawal dari enggannya warga untuk meninggalkan Pelabuhan Penyebrangan ASDP Sape yang sudah diduduki sejak Senin 19 Desember lalu.

Pantauan di lapangan, polisi yang berjumlah sekira 300 personel tersebut awalnya melakukan upaya persuasif untuk meminta warga yang menolak pertambang di milik PT Sumber Mineral Nusantara untuk membuarakan diri, Sabtu (24/12/2011).

Diduga upaya tersebut mengalami jalan buntu, petugas yang berasal dari Brimob Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumba, Kabupaten Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan Gegana dari Brimob Matara langsung melakukan upaya pembubaran paksa.

Alhasil bentrok antar warga dengan polisi tidak terhindarkan. Dua orang meninggal dunia dan 22 orang mengalami luka-luka. Tidak hanya itu, polisi juga mengamankan sejumlah orang.

Dalam tuntutannya, massa meminta agar Bupati Bima Ferry Zulkarnaen untuk mencabut izin pertambangan seusai degan SK 188 tentang izin pertambangan. Namun Ferry mengaku tidak bisa mencabut izin tersebut dan hanya bisa dilakukan penghentian eksplorasi selama setahun.

Upaya persuasif yang dilakukan aparat kepolisian dan pemerintah Bima, NTB tidak berbuah hasil. Hingga akhirnya pada Senin 19 Desember sampai hari ini warga menutup Pelabuhan Sape.

Alhasil aktivitas di pelabuhan selama hampir sepekan lumpuh. Sejumah kendaraan yang ada di dalam kapal penyeberangan tidak bisa keluar dari pelabuhan akibat pendudukan pelabuhan oleh massa.

Informasi yang diperoleh, dua orang tersebut bernama bernama Arif rahman (19) dan Saiful (17), keduanya diketahui masih duduk di bangku sekolah Menengah Atas (SMA).
(Wildan Aspary/Sindo TV/kem)



Gabungan lembaga swadaya masyarakat, diantaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Tambang, dan YLBHI menyatakan, jumlah pengunjuk rasa dari Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang tewas di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12/2011) sebanyak tiga orang. Korban tewas adalah Arief Rahman (19), Syaiful (17), dan Ansyari (20). Ketiga tewas setelah diterjang peluru yang diyakini berasal dari pihak aparat keamanan yang terdiri dari 250 personel Polres Kota Bima, 60 personel gabungan intel dan Bareskrim, serta 60 personel Brimob Polda NTB.

Ketiga korban, bersama puluhan pengunjuk rasa lainnya, menutup jalur lalu lintas ke Pelabuhan Sape sejak 20 Desember 2011. Informasi dari Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Saud Usman Nasution menyebutkan, pengunjuk rasa ini menuntut pencabutan SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang izin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan pembebasan seseorang berinisial AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lumbu yang terjadi pada 10 Maret 2011 dan telah diserahkan ke kejaksaan.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Jaringan Tambang, Siti Maemunah mengatakan, tuntutan pencabutan izin pertambangan tersebut didasari atas kekhawatiran warga bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan PT SMN mengganggu mata pencarian mereka.

Maemunah mengatakan, sebagian besar saham PT SMN dimiliki oleh PT Arc Exploration Ltd dari Australia. Penerbitan SK baru bernomor 188/45/357/004/2010 memberi izin kepada PT SMN untuk mengeksplorasi lahan seluas 24.980 hektar. "Warga sebagian besar penduduknya bertani dan nelayan. Tambang itu akan membongkar tanah dan mengganggu sumber air. Tentunya ini akan mengganggu pertanian warga," kata Maemunah pada jumpa pers di Jakarta pada hari yang sama.

Berdasarkan versi gabungan LSM ini, pada Sabtu pagi, sebuah pertemuan digelar di kantor Kecamatan Lambu. Namun, pertemuan tersebut tak membuahkan kesepakatan. Warga pun kecewa dan mendorong pintu kantor Kecamatan lambu. Namun, aksi ini dibalas aparat keamanan dengan menembakkan gas air mata, peluru karet, dan bahkan peluru tajam. "Ratusan preman yang diorganisir aparat kecamatan memprovokasi warga. Bentrok tak bisa dihindari," kata Maemunah.


Bima, - Dua orang dipastikan tewas dalam bentrok warga dengan aparat kepolisian di Bima, NTB. Bentrokan tersebut memang panas. Bahkan sempat terlihat beberapa kali anggota kepolisian menyeret dan memukuli warga.

Pada saat terjadinya bentrokan, Sabtu (24/12/2011) pagi, seperti ditayangkan oleh Trans7, terlihat sekitar empat petugas polisi dari kesatuan Brimob menarik seorang warga ke arah luar area bentrokan. Seorang warga ini ditarik hingga kakinya terseret.

Terlihat salah seorang polisi memukul dan melepaskan tendangan ke arah warga yang tengah diseret itu. Tak lama kemudian muncul salah seorang berpakaian sipil yang turut melepaskan tendangan.

Dalam tayangan tersebut, juga terdengar suara tembakan peluru bertubi-tubi ke arah kerumunan warga yang memblokir pelabuhan. Di saat aparat kepolisian mendekat sambil memberondong tembakan, warga berhamburan membubarkan diri.


Pada bagian tayangan yang lain, tampak tiga warga yang sudah diamankan diminta untuk bersujud di pinggir sungai. Tiga warga ini lantas disepak dengan lutut salah satu anggota polisi,

Perlakuan polisi untuk warga yang berjenis kelamin perempuan berbeda. Pada bagian tayangan yang lain, aparat kepolisian tampak membantu salah seorang ibu yang terjatuh. Setelah dibantu berdiri, perempuan berbaju merah itu dituntun ke luar lokasi bentrokan.


Lokasi terjadinya bentrokan itu adalah di Pelabukan Sape, Bima. Warga sudah satu pekan ini memblokade pelabuhan penyeberangan itu, melawan Brimob Polda NTB yang mencoba membubarkannya. Warga memblokade pelabuhan terkait tuntutan pelarangan penambangan emas.

Terkait bentrokan ini, Mabes Polri membeberkan 2 orang tewas, 3 provokator ditangkap dan 31 orang diamankan. "Korban meninggal dunia, Arief Rachman (18) dan Syaiful (17)," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Saud Usman Nasution, dalam rilis yang diterima detikcom, Sabtu (24/12/2011).

Saud mengatakan provokator yang ditangkap berinisial H (DPO Polda NTB), A alias O, dan Sy.

mikrotil2010 25 Dec, 2011