Mahfud MD jadi Sekoci Ical dalam Pilpres 2014?

Fri, Dec 2, 2011 at 21:05
Mahfud MD jadi Sekoci Ical dalam Pilpres 2014?

ABURIZAL Bakrie alias Ical, mungkin merupakan satu-satunya ketua umum partai yang sedang melakukan kerja politik secara sistematis, terstruktur dengan sokongan dana mencukupi dalam rangka persiapan Pemilu 2014.

Sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Ical menginginkan kemenangan Golkar dalam pemilu parlemen, sekaligus memiliki ambisi politik menjadi RI 1 (Presiden). Namun di sisi lain, pemilik usaha Group Bakrie ini juga realistis dalam menghitung kemungkinan-kemungkinan politik menang maupun kalah.

"Ical tentu punya ambisi politik menjadi orang nomor satu di republik ini. Sebagai ketua umum partai, Ical mendapatkan privilege politik menjadi Capres Golkar. Tetapi, Ical dan Golkar juga akan realistis melihat bagaimana tingkat keterpilihan atau elektabilitasnya, sesuai hasil survei yang tidak dimanipulasi," kata sumber matanews.com, Jumat (02/11).

Konon, Tim ARB For President (Aburizal Bakrie untuk Presiden), termasuk Dewan Jenderal Pimpinan Luhut Panjaitan, juga melakukan kajian sekaligus mempersiapkan skoci politik, bila nanti figur Ical dinilai tidak terlalu kuat untuk memenangkan pertarungan dalam Pilpres (pemilihan presiden) 2014.

Latar belakang etnis Ical yang bukan berasal dari suku Jawa, dianggap kurang menguntungkan, mengingat etnis Jawa menjadi mayoritas pemilih di Indonesia. Apalagi faktor kesukuan masih berperan penting dalam preferensi pilihan.

Katanya, Ical tidak kehabisan akal. Makanya mantan Menko Kesra ini mempersiapkan opsi sekaligus skoci politik, dengan menggadang-gadang Ketua MK Mahfud MD sebagai alternatif Capres. Caranya, membantu PKBN pimpinan Yenni Wahid, yang kini masih menghadapi masalah verifikasi hukum di Kemenkumham.

Gossipnya, Mahfud bisa menjadi calon yang diusung lewat PKBN, kalau realitas dan hitung-hitungan politik menunjukkan Ical tidak memiliki tingkat elektabilitas tinggi sebagai Capres. Dalam situasi seperti ini, sas-susnya Ical menjadi king maker alias menentukan pemenang.

Cuma masalahnya, figur Mahfud MD dengan segala popularitasnya, belum tentu bisa menjadi preferensi pilihan, sekaligus simbol perwakilan atau representasi etnisitas Jawa, mengingat Mahfud berasal dari Madura.
http://matanews.com/2011/12/02/mahfud-jadi-skoci-ical/

----------------

Konsekwensi Pemilu dan Pilpres Langsung dengan metode 'one man, one vote', ya begitulah! Figur yang paling banyak dipilih secara langsung oleh pemilih, maka secara otomatis dialah yang menerima otoritas kekuasaan. Siapapun dia, bahkan warga negara yang keturunan asing sekali pun, boleh jadi Presiden asal dia memenangkan jumlah suara terbanyak! Hal itu seperti itu sebenarnya tak akan terjadi dalam model pemilihan tak langsung yang di inginkan oleh UUD 1945 yang asli, bahwa pemilihan Presiden dan Wapres hanya bisa dilakukan melalui mekanisme perwakilan di MPR. Tapi amandemen UUD 1945 telah menghapus hal itu, entah sampai kapan!

Karena azas 'one man, one vote', otomatis pilihan dari etnis terbesar di Republik ini yang akan selalu memenangi Pilpres, siapa pun nama yang mereka pilih. Karena etnis Jawa yang terbesar, sekitar 60% pemilih dalam setiap Pemilu dan Pilpres, maka siapa yang akan mereka pilih sebagai Presiden dan Wapres, itulah yang bakalan menjadi Presiden RI. Jadi akan sangat bergantung pada pertimbangan rasio dan emosi orang jawa umumnya, yang terkadang sulit dipahami arah kemauannya. Sulitnya memahami perilaku budaya politik masyarakat jawa, akibat mereka itu terbiasa menerima siapa saja dan pasti bersikap manis kepada siapa saja. Kalau ditanya, apakah akan memilih si A sebagai Presiden, mereka semua akan menjawab bersamaan: "inggiiihhhhh". Ketika giliran calon B yang menanyakan, mereka juga akan menjawab sama pula: "inggiiiihhhhh". Tapi "ora kepanggih!" Kalau toh di assumsikan bahwa pada masa kini sudah banyak etnis jawa yang telah mengalami perubahan dan menjadi pragmatis, mereka juga akan tetap bertanya (kalau ada tokoh X ingin dipilih sebagai Presiden), yaitu: "wani piro sampeyan, Pak!" Tapi itu pun belum tentu anda akan mereka pilih. Dalam model demokrasi di pedesaan jawa di saat terjadi pemilihan kepala Desa selama ini, sudah biasa praktek berbau 'money politics' seperti itu. Mereka akan terima duitnya, tapi kalau mereka tidak suka pada figur calon kepala Desanya itu, tetap saja tak akan memilih tokoh itu dan mereka akan memilih 'bumbung kosong' alais Golput! Banyak pihak menduga bahwa pada Pemilu 2014 kelak, orang jawa akan lebih suka memilih 'bumbung koaong' alias golput ... Nah lhooo ...
:D

turiputih 18 Dec, 2011