"Mereka hanya bersabar selama 5 hari saja merasa berhak untuk membunuh warga. Apa mereka tidak tahu bahwa warga akan menderita puluhan tahun lamanya dan terancam terusir dari tanahnya sendiri ketika tambang itu berjalan. Warga akan perlahan-lahan tersingkir karena tempat ia mencari makan , tempat mereka menggembala ternak sudah menjadi kubangan limbah tailing. Warga sudah bersabar bertahun tahun, bersimbah darah dan kini harus berkorban nyawa. Jadi buat saya tidak ada sedeikpun hak polisi untuk mengatakan bahwa mereka telah mentolerir aksi warga, tidak ada,"
Bima, Seruu.com - Direktur Eksekutif Walhi Bima, Ali Usman menyatakan bahwa kekerasan yang memakan korban jiwa yang terjadi hari ini di pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat merupakan bagian dari kebijakan tangan besi pemerintah yang selalu memaksakan kehendaknya dan membela kepentingan kapitalis dibandingkan wakyat sendiri.
Menurut Ali yang selama ini mendampingi dan melakukan advokasi terhadap warga kecamatan Sape dan Lembu dalam melakukan aksi-aksi menolak keberadaan tambang emas milik PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) diwilayah mereka, semua cara yang persuasif telah ditempuh warga namun justru mereka selalu menjadi pihak yang disalah-salahkan dan layak dikorbankan dalam kasus tersebut.
"Kami sudah menempuh segala cara agar SK Bupati yang memberikan izin penambangan di wilayah itu dicabut. Kami telah melakukan dialog mulai dari tingkat desa kecamatan hingga dengan bupati sendiri, namun jawaban yang ia berikan sangat mengecewakan, bahkan ia pernah bilang lebih baik mati daripada mencabut izin penambangan. Ini apa maksudnya," tegas Ali Usman saat dihubungi Sabtu (24/12/2011).
Menurut Ali aksi pendudukan pelabuhan Sape merupakan upaya mereka untuk mempertahankan hak, agar tuntutan mereka didengar. "Ketika semua saluran komunikasi kami dengan pemerintah ditutup total dan mereka sama sekali enggan mendengar keluhan warga, apalagi cara yang bisa ditempuh. Saya melihat bahwa pendudukan pelabuhan dalah salah satu cara yang mereka pakai agar didengarkan," tandasnya.
"Tapi apa yang didapat warga, bukan juru runding yang datang, bukan pejabat yang hadir untuk memberi keputusan pada warga, tapi Kapolda yang notabene bukan pengambil keputusan dalam sengketa ini. Itupun disertai ratusan polisi yang membuat posisi warga merasa sangat terancam," terangnya.
Menurut Ali Usman pernyataan kepolisian yang menegaskan bahwa mereka telah mentolerir aksi warga selama lima hari dan itu jadi pembenaran untuk aksi penembakan serta penganiayaan terhadap warga adalah pernyataan yang sangat mengenaskan yang dikeluarkan seorang penegak hukum dan pejabat negara.
"Mereka hanya bersabar selama 5 hari saja merasa berhak untuk membunuh warga. Apa mereka tidak tahu bahwa warga akan menderita puluhan tahun lamanya dan terancam terusir dari tanahnya sendiri ketika tambang itu berjalan. Warga akan perlahan-lahan tersingkir karena tempat ia mencari makan , tempat mereka menggembala ternak sudah menjadi kubangan limbah tailing. Warga sudah bersabar bertahun tahun, bersimbah darah dan kini harus berkorban nyawa. Jadi buat saya tidak ada sedeikpun hak polisi untuk mengatakan bahwa mereka telah mentolerir aksi warga, tidak ada," pungkasnya.
Sejauh ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah merilis nama lima orang korban tewas akibat penyerangan aparat ke pelabuhan Sape yang diduki warga. Kelima orang tersbeut adalah Arif Rahman (19th) dan Saepul (17th) yang masing-masing mengalami luka tembak di lengan tembus ke ketiak dan di dada. Lalu Ansyori (20) mahasiswa dan aktivis IMM Bima, Owen (21) mahasiswa dan aktivis LMND, dan Alamsyah, mahasiswa dan aktivis HMI Bima.
Kelima orang tersebut beserta 10 orang lainnya yang dirawat di RSUD Bima serta sekitar 35 orang yang ditahan di Polres Bima adalah korban yang jatuh dalam aksi menolak Tambang Emas PT SMN yang merupakan perusahaan nasional tapi modalnya sebagian besar milik Australia. [musashi]
sumber : http://www.seruu.com/investigasi/per...rbankan-rakyat
Hmm, semoga semangat natal mampu berikan damai dan kesejahteraan kepada penduduk negeri ini
setyawandepunk 26 Dec, 2011Bima, Seruu.com - Direktur Eksekutif Walhi Bima, Ali Usman menyatakan bahwa kekerasan yang memakan korban jiwa yang terjadi hari ini di pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat merupakan bagian dari kebijakan tangan besi pemerintah yang selalu memaksakan kehendaknya dan membela kepentingan kapitalis dibandingkan wakyat sendiri.
Menurut Ali yang selama ini mendampingi dan melakukan advokasi terhadap warga kecamatan Sape dan Lembu dalam melakukan aksi-aksi menolak keberadaan tambang emas milik PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) diwilayah mereka, semua cara yang persuasif telah ditempuh warga namun justru mereka selalu menjadi pihak yang disalah-salahkan dan layak dikorbankan dalam kasus tersebut.
"Kami sudah menempuh segala cara agar SK Bupati yang memberikan izin penambangan di wilayah itu dicabut. Kami telah melakukan dialog mulai dari tingkat desa kecamatan hingga dengan bupati sendiri, namun jawaban yang ia berikan sangat mengecewakan, bahkan ia pernah bilang lebih baik mati daripada mencabut izin penambangan. Ini apa maksudnya," tegas Ali Usman saat dihubungi Sabtu (24/12/2011).
Menurut Ali aksi pendudukan pelabuhan Sape merupakan upaya mereka untuk mempertahankan hak, agar tuntutan mereka didengar. "Ketika semua saluran komunikasi kami dengan pemerintah ditutup total dan mereka sama sekali enggan mendengar keluhan warga, apalagi cara yang bisa ditempuh. Saya melihat bahwa pendudukan pelabuhan dalah salah satu cara yang mereka pakai agar didengarkan," tandasnya.
"Tapi apa yang didapat warga, bukan juru runding yang datang, bukan pejabat yang hadir untuk memberi keputusan pada warga, tapi Kapolda yang notabene bukan pengambil keputusan dalam sengketa ini. Itupun disertai ratusan polisi yang membuat posisi warga merasa sangat terancam," terangnya.
Menurut Ali Usman pernyataan kepolisian yang menegaskan bahwa mereka telah mentolerir aksi warga selama lima hari dan itu jadi pembenaran untuk aksi penembakan serta penganiayaan terhadap warga adalah pernyataan yang sangat mengenaskan yang dikeluarkan seorang penegak hukum dan pejabat negara.
"Mereka hanya bersabar selama 5 hari saja merasa berhak untuk membunuh warga. Apa mereka tidak tahu bahwa warga akan menderita puluhan tahun lamanya dan terancam terusir dari tanahnya sendiri ketika tambang itu berjalan. Warga akan perlahan-lahan tersingkir karena tempat ia mencari makan , tempat mereka menggembala ternak sudah menjadi kubangan limbah tailing. Warga sudah bersabar bertahun tahun, bersimbah darah dan kini harus berkorban nyawa. Jadi buat saya tidak ada sedeikpun hak polisi untuk mengatakan bahwa mereka telah mentolerir aksi warga, tidak ada," pungkasnya.
Sejauh ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah merilis nama lima orang korban tewas akibat penyerangan aparat ke pelabuhan Sape yang diduki warga. Kelima orang tersbeut adalah Arif Rahman (19th) dan Saepul (17th) yang masing-masing mengalami luka tembak di lengan tembus ke ketiak dan di dada. Lalu Ansyori (20) mahasiswa dan aktivis IMM Bima, Owen (21) mahasiswa dan aktivis LMND, dan Alamsyah, mahasiswa dan aktivis HMI Bima.
Kelima orang tersebut beserta 10 orang lainnya yang dirawat di RSUD Bima serta sekitar 35 orang yang ditahan di Polres Bima adalah korban yang jatuh dalam aksi menolak Tambang Emas PT SMN yang merupakan perusahaan nasional tapi modalnya sebagian besar milik Australia. [musashi]
sumber : http://www.seruu.com/investigasi/per...rbankan-rakyat
Hmm, semoga semangat natal mampu berikan damai dan kesejahteraan kepada penduduk negeri ini
0Awesome Comments!