Biaya Ekonomi RI Tinggi Akibat Gratifikasi, Suap dan Korupsi Mewabah Minggu, 25/12/2011 11:34 WIB
Jakarta - Masih maraknya gratifikasi, suap dan korupsi di Indonesia mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pertumbuhan ekonomi RI tidak maksimal.
Dalam Refleksi Akhir Tahun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengemukakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan bisa dipercepat apabila ekonomi biaya tinggi bisa dihapuskan.
"Salah satu faktor ekonomi biaya tinggi adalah gratifikasi, suap, dan korupsi. Walaupun Indonesia sudah dikategorikan sebagai investment grade, namun apabila untuk memulai bisnis selalu saja terbentur pada persoalan seputar ekonomi biaya tinggi tadi," jelas Agus ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Minggu (25/12/2011).
Dijelaskan Agus hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi nasional akan terkendala. Berdarkan hasil analisis PPATK, Agus mengatakan korupsi masih akan menjadi wabah kedepan.
"Tren korupsi sampai dengan 3 tahun ke depan diperkirakan akan tetap tinggi apabila sistem anggaran dan pengawasan efektifitas penggunaan anggaran negara tidak segera diperbaiki," tegasnya.
"Sistem pengawasan anggaran harus dievaluasi berkala, bila sudah diperbaiki, namun sudah juga dijalankan beberapa tahun dan hasilnya begitu-begitu saja, maka tentu ada yang salah dengan sistem itu," imbuh Mantan Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia ini.
PPATK melaporkan, transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait tindak pidana korupsi meningkat tajam sepanjang 2011. Demikian pula tindak penyuapan dan transaksi narkotika meningkat selama tahun 2011.
"Hasil analisa di PPATK, 43,4% hasil analisa terindikasi tidak pidana korupsi. Peningkatan dugaan korupsi berdasarkan hasil analisa dari tahun 2010 hingga 2011, menunjukkan peningkatan signifikan 71%," kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK, Muhammad Yusuf dalam refleksi akhir tahun 2011, di kantornya, Jakarta, Jumat (23/12/2011).
Selain korupsi, tidak pidana penyuapan dan narkotika juga naik. Dugaan tindak pidana narkotika naik 150% dari tahun 2010. Sedangkan pidana penyuapan naik 114% dibandingkan periode tahun lalu.
http://finance.detik..com/read/2011/...orupsi-mewabah Utang Ditambah karena Korupsi Masih Marak Selasa, 6 Desember 2011 | 23:59 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com Korupsi menjadi salah satu penyebab tingginya utang luar negeri Indonesia. Utang luar negeri membengkak karena dijadikan salah satu penutup defisit, saat pengeluaran negara membengkak akibat dikorupsi. Sementara itu, di sisi penerimaan, targetnya tak tercapai.
Indikasi soal bertambahnya jumlah utang luar negeri karena maraknya korupsi di Indonesia diungkapkan oleh Agus Santoso, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Selasa (6/12/2011) di Jakarta.
Agus mencontohkan masih maraknya penyelewengan uang negara oleh bendahara proyek pemerintah daerah, yang dilakukan di hampir seluruh Indonesia. Modusnya terjadi sejak lama dan diketahui persis oleh inspektorat jenderal di berbagai kementerian, mulai dari Kementerian Dalam Negeri hingga Kementerian Keuangan.
Agus mengatakan, para bendaharawan di pemda seluruh Indonesia ini setiap tanggal belasan bulan Desember selalu mentransfer uang proyek ke rekening istri dan anaknya. Alasannya sangat pragmatis.
"Banyak proyek yang masih berjalan, padahal itu seharusnya sudah tutup, sudah harus dipertanggungjawabkan. Mereka selalu pragmatis sehingga dipindahkan, dari uang negara, ke rekening pribadi mereka. Konyolnya, ada yang dipindahkan ke rekening istri dan anak," katanya.
Menurut Agus, hal tersebut sudah menjadi praktik umum. "Kalau saya ngomong sekarang bukan berarti baru terjadi. Bisa jadi itu sudah terjadi sejak tahun lalu. Ini pengulangan dari tahun sebelumnya. Kalau sistem belum berubah, lalu budaya kerja seperti ini dianggap hal hal biasa, kasihan negara ini," ujarnya.
http://nasional.kompas.com/read/2011...si.Masih.Marak Utang Indonesia Sudah Rp 1.900 Triliun, Pemerintah Diminta Stop Biayai Pembangunan dari Utang Jum'at, 5 Agustus 2011
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- LSM Koalisi Anti Utang (KAU) mendesak agar pemerintah tidak lagi mengandalkan dana yang berasal dari utang luar negeri sebagai salah satu sumber untuk membiayai pembangunan di dalam negeri.
"Semakin besar kita mengandalkan utang maka akan semakin besar bahaya yang bisa berdampak pada ekonomi nasional," kata Ketua LSM Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan di Jakarta, Jumat. Menurut dia, isu utang seharusnya saat ini menjadi "debat panas" di dalam DPR karena banyak hal yang harus diperhatikan terkait hal itu.
Ia mencontohkan, hal penting yang harus dicermati terkait dengan utang adalah sejauh mana jumlah cicilan pokok dan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar utang tersebut. Dani juga mengingatkan bahwa Indonesia juga harus belajar dari kekisruhan dalam penentuan pagu utang AS yang sempat menjadi perdebatan hangat baik di dalam tubuh pemerintah AS maupun kongres negara itu.
"Di AS terlihat isu utang menjadi krusial tetapi di Indonesia isu utang masih belum menjadi debat politik yang panas," katanya. Sebelumnya, Kepala Biro Humas Bank Indonesia Didi A Johansyah juga menilai, total utang luar negeri Indonesia baik pemerintah maupun swasta yang terus meningkat hingga kwartal I tahun ini patut terus dicermati.
"Meski ekonomi kita stabil dan fundamental ekonomi bagus, tetapi utang luar negeri harus terus dicermati dengan mengingatkan pelaku bisnis untuk mengelola utang luar negerinya secara berhati-hati," kata Didi di Jakarta akhir Juni lalu.
Jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kwartal I 2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS, meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010. Jumlah tersebut terdiri atas utang Pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS.
Sedangkan rasio utang dibanding PDB saat ini 28,2 persen lebih baik dibanding 1997/1998 sebesar 151,2 persen. Sementara rasio utang jangka pendek dibanding cadangan devisa saat ini 42,6 persen lebih baik dibanding posisi 1997/1998 sebesar 142,7 persen.
http://id.berita.yahoo.com/utang-ind...042139850.html ------------------
Pemanfaatan utang luar negeri itu, sejak zaman Soeharto dulu, tak pernah transparan. Zaman rezim Suharto dulu, sebuah laporan menyebutkan bahwa sekitar 30 miliar dollar pinjaman Bank Dunia ke Indonesia, diketahui lenyap, dan sekitar 10 miliar diantaranya diduga kuat dikorupsi Suharto (lihat video Youtube ini). Jadi, antara utang Luar Negeri (kini SUN?), korupsi, sesuatu yang sulit dipisahkan! KPK dan BPK (termasuk pihak DPR secara politik), selama ini, terkesan belum berkeinginan untuk mengawasi secara ketat penggunaan utang-utang Nasional itu.